Pesatnya perkembangan digital dan teknologi, juga berbanding lurus dengan maraknya serangan siber di berbagai sektor, khususnya sektor perbankan dan keuangan. Menurut laporan BSSN pada tahun 2021, tercatat ada 1,6 miliar serangan siber atau anomali trafik internet di Indonesia. Kemudian menurut laporan Microsoft menyebutkan, sebanyak 22% computer di Indonesia terinfeksi malware.
Kondisi keamanan siber di Indonesia merupakan isu yang penting menjadi perhatian, karena potensi kerugian ekonomi yang ditimbulkan dari dampak serangan siber mencapai Rp14,2 triliun dan sebanyak 22% perusahaan sudah pernah terdampak serangan siber. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menyebutkan pada Januari sampai September 2021 ada sebanyak 920 juta serangan dengan kerugian yang cukup besar. Dari total itu, 21,8% menyerang sektor perbankan dan keuangan. Sementara 58% serangan siber menggunakan malware, 11% trojan dan sebagainya.
Ada dua tantangan yang akan dihadapi untuk mewujudkan keamanan siber di Indonesia, yang pertama yaitu adanya peningkatan risiko serangan siber secara signifikan dan yang kedua adalah ketidaksiapan industri. Ada banyak kasus kebocoran data selama kurun waktu pada tahun 2020 hingga 2021, beberapa diantaranya adalah marketplace, instansi pemerintah serta sektor perbankan dan keuangan.
Upaya penguatan ekosistem keamanan siber akan terus dilakukan pemerintah dengan menyiapkan berbagai regulasi agar tercipta ekosistem keamanan siber yang efektif. BSSN berkoordinasi dengan para stakeholder dan Kementerian ataupun Lembaga terkait telah mengusung tiga regulasi baru untuk menghadapi serangan siber, yaitu:
1. Perlindungan Infrastruktur Informasi Vital
2. Manajemen Krisis Siber
3. Strategi Keamanan Siber Nasional
Selain itu, tingginya ketergantungan kepada internet, transaksi dan layanan digital juga meningkatkan risiko serangan siber. Maka dari itu, pelaku industri perbankan dan keuangan harus meningkatkan dan mengelola keamanan siber secara menyeluruh atau terintegrasi.