Sektor perbankan perlu tingkatkan sistem keamanan untuk menghadapi ancaman serangan siber pada era digital saat ini. Hal ini seiring dengan langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang telah merilis cetak biru transformasi digital perbankan. Cetak biru tersebut diperlukan bagi industri perbankan nasional, terutama supaya industri perbankan di Indonesia memiliki daya tahan, berdaya saing dan kontributif terhadap pertumbuhan perekonomian.
Selain itu, peningkatan sistem keamanan digital pada sektor perbankan juga merupakan salah satu fokus utama dalam menjaga keamanan serta kenyamanan transaksi nasabah dan juga merupakan bentuk perlindungan kepada konsumen. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat jumlah serangan siber yang terjadi sepanjang Januari hingga Juli 2021 mencapai 741,4 juta serangan. Jumlah ini naik dua kalo lipat dibandingkan 2020, yaitu 495,3 juta serangan. Sementara itu, Laporan Strategi Anti Fraud periode Semester I pada tahun 2020 hingga semester I pada tahun 2021, kerugian nyata yang dialami Bank Umum sebesar Rp246,5 miliar dengan potensi loss Rp208,4 miliar, sementara nilai pemulihan Rp302,5 miliar.
Inilah lima fokus elemen utama, berdasarkan Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan yang memberikan landasan digitalisasi untuk sektor perbankan agar dapat antisipasi ancaman serangan siber:
1. Perlindungan data, transfer data dan tata kelola data
2. Melindungi tata kelola teknologi informasi (TI), arseitektur teknologi dan prinsip adopsi TI
3. Manajemen risiko TI yang mencakup keamanan siber
4. Kolaborasi platform sharing dan kerja sama bank dalam ekosistem digital
5. Tatanan institusi
Diharapkan dari kelima elemen tersebut dapat menjadi suatu langkah strategis untuk mendorong perbankan dalam antisipasi serangan siber dan juga dapat menjaga keamanan data serta kenyamanan transaksi bagi nasabah.