Di seluruh dunia, biaya rata-rata kebocoran data di industri keuangan telah menembus USD 6,08 juta per insiden, 22 % di atas rata-rata sektor lain. Pada paruh pertama 2024 saja, lebih dari satu miliar orang terdampak pencurian data.
Kondisi tersebut mengharuskan perusahaan khusunya perbankan untuk menerapkan solusi keamanan yang lebih baik seperti Cyber Threat Intelligence (CTI). CTI memadukan pengumpulan indikator ancaman, analisis pola, dan pemodelan pelaku sehingga tim keamanan bank dapat mendeteksi dan menghentikan serangan sebelum malware sempat dieksekusi.
Dalam artikel ini akan dibahas lebih lanjut mengenai CTI dan bagaimana Industri Perbankan dapat meningkatkan solusi keamanannya.
Cyber Threat Intelligence (CTI): Apa Itu dan Bagaimana Cara Kerjanya?
Cyber Threat Intelligence (CTI) merujuk pada pengumpulan, analisis, dan pemanfaatan informasi terkait ancaman siber untuk mendeteksi, mencegah, atau merespons serangan yang dapat mengancam keamanan sistem digital. Dalam konteks perbankan, CTI menjadi elemen penting untuk melindungi data sensitif seperti informasi pelanggan, transaksi keuangan, dan sistem internal dari serangan cyber. CTI berfungsi sebagai pendekatan proaktif dalam menciptakan strategi keamanan yang lebih adaptif.
Komponen Utama CTI
CTI terdiri dari berbagai elemen fundamental yang memungkinkan organisasi memahami ancaman dengan baik. Komponen pentingnya meliputi:
- Data Threat Indicators: Melibatkan pengumpulan data seperti alamat IP mencurigakan, URL berbahaya, dan tanda tangan malware.
- Analisis Kontekstual: Mencakup interpretasi pola serangan dan motivasi di balik setiap ancaman.
- Model Penyerang: Melibatkan identifikasi pelaku ancaman, metode serangan, tujuan mereka, dan potensi dampak terhadap institusi yang disasar.
Cara Kerja CTI
CTI bekerja melalui proses sistematis yang dirancang untuk mengubah data mentah menjadi informasi yang dapat ditindaklanjuti:
- Pengumpulan Data: Informasi dikumpulkan dari berbagai sumber, seperti jaringan internal, laporan keamanan, atau forum hacker.
- Pemfilteran dan Korelasi: Data yang relevan dipisahkan dari informasi yang tidak penting, kemudian dikorelasikan untuk memahami hubungan antarancaman.
- Analisis Mendalam: Pemodelan ancaman dilakukan untuk mendeteksi kerentanan atau potensi serangan.
- Distribusi Informasi: Hasil analisis disampaikan kepada tim keamanan untuk tindakan lebih lanjut, seperti mitigasi kerentanan atau perbaikan sistem.
- Pembelajaran Berkelanjutan: Sistem CTI diperbaharui secara berkala dengan data baru yang lebih relevan untuk menghadapi teknik serangan terkini.
Pentingnya Penggunaan CTI
Melalui CTI, industri perbankan dapat:
- Mengidentifikasi ancaman sejak dini.
- Mengurangi dampak serangan yang terjadi.
- Memastikan compliance terhadap regulasi keamanan data.
- Memanfaatkan wawasan untuk memperkuat ketahanan cyberbanking.
Proses dan fungsi CTI dirancang untuk mengintegrasikan keamanan ke setiap aspek operasional, membuatnya tidak hanya reaktif tetapi juga preventif.
5 Perbedaan CTI dengan Keamanan Siber Tradisional
Cyber Threat Intelligence (CTI) dan keamanan siber tradisional memiliki pendekatan yang berbeda dalam melindungi sistem dan data. Berikut adalah lima perbedaan utama antara keduanya:
1. Pendekatan Proaktif vs. Reaktif
- CTI mengadopsi pendekatan proaktif dengan memprediksi ancaman berdasarkan data intelijen yang dikumpulkan, seperti pola serangan, aktor ancaman, dan kerentanan sistem.
- Sebaliknya, keamanan siber tradisional lebih sering bertindak reaktif, yaitu merespons serangan yang telah terjadi dengan memperbaiki kerusakan dan menutup celah keamanan.
2. Fokus pada Analisis Data
- CTI berfokus pada pengumpulan dan analisis data ancaman secara mendalam, menggunakan informasi ini untuk memberikan peringatan dini dan identifikasi ancaman sebelum serangan terjadi.
- Keamanan siber tradisional cenderung lebih terfokus pada upaya langsung melindungi jaringan dan perangkat melalui penggunaan firewall, antivirus, dan sistem deteksi intrusi tanpa analisis prediktif yang mendalam.
3. Skala dan Kompleksitas
- CTI dirancang untuk menghadapi ancaman kompleks yang melibatkan aktor ancaman tingkat lanjut (Advanced Persistent Threat/APT) dengan cakupan global.
- Sebagai perbandingan, keamanan siber tradisional biasanya difokuskan pada perlindungan terhadap ancaman dasar seperti malware dan phishing yang sudah dikenal.
4. Kolaborasi dan Berbagi Informasi
- Praktik CTI sering melibatkan berbagi informasi ancaman di antara organisasi, komunitas, dan lembaga melalui platform seperti Threat Intelligence Platforms (TIPs). Hal ini meningkatkan koordinasi dalam mengatasi ancaman bersama.
- Keamanan siber tradisional lebih terisolasi dengan fokus hanya pada perlindungan data internal perusahaan tanpa keterlibatan ekosistem yang lebih luas.
5. Penggunaan Teknologi Canggih
- CTI menggunakan teknologi canggih seperti kecerdasan buatan (AI) dan pembelajaran mesin (machine learning) untuk mendeteksi pola ancaman yang kompleks.
- Pendekatan keamanan siber tradisional lebih mengandalkan perangkat lunak keamanan konvensional tanpa integrasi mendalam teknologi berbasis kecerdasan.
Melalui perbedaan ini, CTI memberikan pendekatan yang lebih terinformasi dan strategis untuk mencegah serangan dan melindungi data sensitif seperti yang ditemukan di sektor perbankan.
4 Alasan Mengapa CTI Penting untuk Sektor Perbankan?
Dalam era digital, sektor perbankan menjadi salah satu target utama dari serangan siber. Serangan semacam itu dapat berupa pencurian data pelanggan, infiltrasi sistem keuangan, hingga manipulasi transaksi. Cyber Threat Intelligence (CTI) merupakan pendekatan strategis yang dirancang untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan memberikan informasi mendalam terkait ancaman siber, sehingga sangat relevan bagi institusi keuangan.
Bank beroperasi dengan volume data besar, termasuk informasi pribadi, transaksi finansial, dan detail akun pelanggan. Ancaman siber dapat menyebabkan kerugian finansial yang signifikan dan merusak reputasi institusi. CTI membantu bank mengenali pola dan tipe ancaman yang mungkin terjadi sebelum menjadi krisis. Dengan memahami ancaman secara proaktif, bank dapat mengambil tindakan pencegahan yang tepat terhadap potensi serangan, mengurangi risiko kerugian yang dapat terjadi.
Manfaat CTI di sektor ini termasuk kemampuan untuk:
- Mengidentifikasi Ancaman Dini: CTI memanfaatkan analisis data dan intelijen untuk mendeteksi aktivitas mencurigakan sebelum menjadi ancaman serius.
- Meningkatkan Respons Keamanan: Bank dapat mengembangkan strategi respons lebih cepat berdasarkan data spesifik dari CTI terkait kemungkinan serangan.
- Mengurangi Kerugian Finansial: Dengan menghentikan serangan sebelum berdampak luas, potensi kerugian baik finansial maupun operasional dapat diminimalkan.
- Memberikan Wawasan Bisnis: Tidak hanya fokus pada keamanan, CTI juga membantu institusi memahami tren ancaman global yang berpotensi memengaruhi operasional mereka.
CTI juga berperan dalam memperkuat sistem keamanan yang memenuhi standar peraturan perundangan. Bank menghadapi regulasi ketat terkait perlindungan data pelanggan, seperti undang-undang privasi dan keamanan bank. Dengan CTI, institusi dapat memastikan kepatuhan terhadap peraturan tersebut sambil mempertahankan integritas sistem mereka.
Serangan siber semakin kompleks dan beragam, memerlukan solusi inovatif serta terintegrasi. CTI memungkinkan bank untuk melihat ancaman secara holistik dengan pendekatan berbasis data. Melalui langkah ini, sektor perbankan dapat mempertahankan keamanan operasional mereka sekaligus menjaga kepercayaan pelanggan.
Jenis Ancaman Siber yang Mengintai Data Perbankan
Dalam era digital yang semakin maju, institusi perbankan menghadapi berbagai jenis ancaman siber yang berpotensi mengancam keamanan data sensitif. Jenis ancaman ini tidak hanya berkembang secara teknis, tetapi juga semakin canggih dan sulit terdeteksi. Berikut adalah beberapa jenis ancaman siber utama yang sering menargetkan data perbankan:
1. Phishing dan Spear Phishing
Phishing merupakan salah satu teknik serangan siber yang paling umum digunakan untuk mencuri data pribadi maupun informasi perbankan. Penyerang biasanya mengirimkan email atau pesan palsu yang tampak resmi untuk mengelabui korban agar memberikan kredensial login. Dalam kasus spear phishing, serangan ini dirancang secara spesifik dengan menargetkan individu tertentu, menjadikannya lebih sulit dikenali.
2. Malware
Malware adalah perangkat lunak berbahaya yang dapat mencuri data perbankan dengan menyusup ke sistem komputer atau perangkat pengguna. Jenis malware seperti trojan perbankan atau ransomware sering digunakan untuk mengakses informasi rekening bank ataupun mengenkripsi data guna meminta tebusan.
3. Man-in-the-Middle (MITM)
Serangan MITM terjadi ketika penyerang menyusup ke komunikasi antara pengguna dan server bank, tanpa sepengetahuan kedua pihak. Dengan teknik ini, penyerang dapat mencuri informasi sensitif, seperti data kartu kredit atau kredensial login, selama proses transaksi berlangsung.
4. Serangan DDoS
Distributed Denial of Service (DDoS) digunakan untuk membanjiri server bank dengan lalu lintas palsu, sehingga membuat layanan menjadi tidak dapat diakses oleh pelanggan. Selain merugikan secara operasional, serangan ini juga sering dijadikan pengalihan saat ancaman siber lainnya dilakukan.
5. Social Engineering
Dalam social engineering, penyerang memanfaatkan manipulasi psikologis agar korban secara sukarela memberikan informasi penting. Contohnya adalah menghubungi seseorang dengan mengaku sebagai petugas bank untuk mendapatkan data pribadi mereka.
6. Insider Threat
Ancaman ini muncul dari individu dalam institusi perbankan, baik sengaja maupun tidak sengaja. Pegawai yang tidak disiplin, sistem keamanan yang lemah, atau bahkan pihak internal yang berniat jahat dapat menyebabkan kebocoran data.
Institusi perbankan perlu memahami dan mengenali berbagai jenis ancaman ini untuk mengidentifikasi titik kerentanan serta meningkatkan upaya keamanan. Dengan begitu, mereka dapat melindungi data pelanggan dari serangan yang semakin kompleks dan canggih.
5 Contoh Aplikasi CTI di Perbankan
Cyber Threat Intelligence (CTI) memainkan peran penting dalam upaya melindungi data dan sistem perbankan yang rentan terhadap serangan siber. Berikut adalah lima contoh penerapan CTI di sektor perbankan:
1. Deteksi Dini Ancaman
Bank menggunakan CTI untuk memonitor dan menganalisis ancaman yang berkembang secara real-time. Informasi berkaitan dengan malware, phishing, atau serangan bot dapat diidentifikasi sebelum menyerang sistem. Dengan alat CTI, seperti Threat Intelligence Platforms (TIPs), bank dapat memperkirakan ancaman yang berpotensi menyerang dan menyusun rencana mitigasi yang tepat.
2. Peringatan Ancaman Khusus
CTI memberikan peringatan khusus yang relevan dengan sektor perbankan. Misalnya, jika ada indikasi serangan pada teknologi pembayaran digital, bank dapat menerima peringatan terperinci terkait metode serangan, indikator kompromi (IOC), dan rekomendasi mitigasi. Peringatan ini membantu bank untuk segera mengambil langkah preventif.
3. Peningkatan Manajemen Insiden Siber
Data yang diperoleh dari CTI memungkinkan tim respons insiden untuk bekerja lebih efektif. Informasi seperti pola serangan, lokasi penyerang, atau kerentanan yang dimanfaatkan menjadi dasar dalam menanggapi ancaman siber. Proses eskalasi insiden pun menjadi lebih efisien dengan analisis berbasis intelijen ini.
4. Penguatan Strategi Keamanan
Analitik yang dihasilkan oleh CTI membantu bank dalam mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan sistem keamanan mereka. Berdasarkan wawasan ini, strategi zero-trust atau penguatan autentikasi multi-faktor dapat diimplementasikan. CTI memperkuat keamanan dengan mengantisipasi tren ancaman yang terus berkembang.
5. Kolaborasi dengan Industri
Bank memanfaatkan CTI untuk berbagi informasi ancaman dengan organisasi lain melalui aliansi seperti ISACs (Information Sharing and Analysis Centers). Kolaborasi ini memungkinkan sektor keuangan secara kolektif meningkatkan kemampuan pertahanan, menciptakan ekosistem yang lebih aman bagi nasabah.
CTI tidak hanya membantu bank melindungi data tetapi juga membangun rasa percaya di kalangan nasabah dengan menjaga integritas operasionalnya.
Tantangan dan Hambatan dalam Penerapan Cyber Threat Intelligence
Penerapan Cyber Threat Intelligence (CTI) dalam sektor perbankan menghadapi berbagai tantangan dan hambatan yang memerlukan perhatian serius. Salah satu tantangan utama adalah kompleksitas pengumpulan dan analisis data yang beragam serta terus berubah. Ancaman digital semakin dinamis, dengan pola serangan yang sering kali sulit diprediksi. Hal ini mengharuskan perbankan untuk terus memperbarui metode dan teknologi yang digunakan guna memproses data ancaman secara efektif.
Selain itu, masalah integrasi teknologi sering menjadi hambatan. Sistem keamanan yang sudah ada di banyak institusi perbankan sering kali tidak kompatibel dengan sistem CTI terbaru. Hal ini menciptakan celah teknologi yang dapat melemahkan efisiensi perlindungan data. Tantangan ini semakin diperparah oleh kurangnya tenaga ahli dalam bidang CTI yang mampu memahami spesifik perbankan dan mendukung implementasi sistem secara optimal.
Di sisi lain, biaya investasi yang tinggi juga menjadi penghalang utama penerapan CTI. Institusi sering menghadapi dilema untuk mengalokasikan anggaran yang besar demi pengembangan teknologi keamanan, sementara tetap mempertimbangkan efisiensi operasional. Selain itu, return on investment (ROI) dari sistem CTI sering kali sulit diukur secara langsung, sehingga mempersulit pengambilan keputusan pada tingkat manajemen.
Masalah regulasi juga tidak dapat diabaikan. Kebijakan pemerintah yang belum sepenuhnya mendukung integrasi CTI dengan operasi perbankan dapat menjadi kendala tersendiri. Kadang kala, regulasi yang berbeda di setiap negara menyulitkan standar global untuk diterapkan, terutama bagi perbankan yang memiliki operasi internasional.
Terakhir, pendekatan yang kurang terkoordinasi antar tim juga menjadi tantangan. Kerja sama dan komunikasi antara tim keamanan siber, manajemen risiko, serta departemen teknologi informasi penting untuk memastikan implementasi CTI berjalan lancar. Tanpa koordinasi yang kuat, potensi data ancaman dapat tidak termanfaatkan sepenuhnya oleh sistem terkait.
5 Langkah untuk Menerapkan Cyber Threat Intelligence di Perbankan
Menerapkan Cyber Threat Intelligence (CTI) pada industri perbankan membutuhkan pendekatan sistematis yang memastikan data sensitif tetap terlindungi dari ancaman yang terus berkembang. Berikut adalah lima langkah krusial yang perlu dilakukan:
1. Identifikasi Risiko Cyber
Langkah pertama adalah mengenali bentuk ancaman siber yang berpotensi menyerang sistem perbankan. Institusi harus melakukan penilaian risiko yang komprehensif, termasuk menganalisis sejarah serangan sebelumnya, tren terkini, serta kelemahan dalam infrastruktur mereka. Tujuannya adalah menciptakan dasar pemahaman terhadap ancaman yang dapat memengaruhi operasional perbankan.
2. Pengumpulan Data Intelijen
Cyber Threat Intelligence bergantung pada data yang relevan dan aktual. Perbankan perlu mengumpulkan informasi dari berbagai sumber seperti forum keamanan, laporan insiden, dan jejak aktivitas kriminal siber seperti malware atau phishing. Teknologi otomatis seperti threat hunting tools serta kerja sama dengan penyedia intelijen terpercaya juga dapat membantu mempercepat proses ini.
3. Analisis dan Validasi
Data yang dikumpulkan harus dianalisis secara mendalam untuk memastikan keakuratan serta relevansi dengan sistem perbankan. Proses analisis dilakukan dengan mengidentifikasi pola serangan, mengevaluasi motivasi pelaku, serta menentukan potensi dampaknya terhadap bisnis. Proses validasi memastikan bahwa informasi yang digunakan benar-benar dapat diandalkan sebelum diterapkan dalam strategi keamanan.
4. Integrasi dengan Sistem Keamanan
Setelah informasi dianalisis, langkah berikutnya adalah mengintegrasikan hasil intelijen dengan mekanisme keamanan yang telah ada. Misalnya, mengonfigurasi firewall dengan aturan baru, memperbarui sistem deteksi intrusi, atau meningkatkan autentikasi multi-faktor bagi pengguna. Proses ini dilakukan untuk memperkuat pertahanan bank berdasarkan data ancaman spesifik.
5. Evaluasi dan Pembaruan Berkelanjutan
Cyber Threat Intelligence bukanlah proses sekali jalan. Perbankan harus terus-menerus mengevaluasi efektivitas strategi keamanan mereka serta melakukan pembaruan sesuai dengan ancaman terbaru. Selain teknologi, edukasi bagi staf tentang ancaman siber yang berkembang juga menjadi bagian penting untuk memastikan semua pihak tetap waspada.
Mengikuti kelima langkah ini dapat membantu bank untuk lebih proaktif dalam menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks. Setiap tahap memerlukan kolaborasi erat antara teknologi, manusia, dan proses guna mencapai hasil yang maksimal.
R17: Solusi Keamanan Siber Terpercaya untuk Melindungi Bisnis Anda
Di era digital, ancaman siber seperti spoofing, ransomware, dan serangan berbasis AI semakin kompleks dan mengancam stabilitas bisnis. Untuk menghadapi tantangan ini, Anda memerlukan mitra terpercaya yang mampu memberikan solusi komprehensif. R17 hadir sebagai penyedia layanan cybersecurity yang andal, menawarkan perlindungan berlapis yang dirancang khusus untuk kebutuhan bisnis Anda.
Layanan Utama dari R17:
- Konsultasi Keamanan: Tim ahli kami akan membantu menganalisis kebutuhan keamanan bisnis Anda dan merancang strategi perlindungan yang efektif.
- Manajemen Risiko: Identifikasi, evaluasi, dan mitigasi risiko siber dengan pendekatan yang proaktif dan berbasis data.
- Solusi Keamanan Terintegrasi: Mulai dari deteksi ancaman hingga respons insiden, R17 menyediakan teknologi canggih untuk menjaga integritas aset digital Anda.
Hubungi R17 hari ini untuk konsultasi gratis dan pelajari bagaimana kami dapat melindungi aset digital Anda dari ancaman siber. Keamanan digital bisnis Anda adalah prioritas kami.