Keamanan siber telah menjadi prioritas utama bagi institusi keuangan di era digital ini. Dengan berkembangnya teknologi, ancaman terhadap data dan sistem informasi semakin meningkat, dan institusi keuangan sering kali menjadi target utama. Hal ini tidak lepas dari sifat industri keuangan yang sangat bergantung pada pemrosesan data yang berasal dari pelanggan, transaksi keuangan, hingga rahasia perusahaan. Oleh karena itu, memahami pentingnya keamanan siber menjadi langkah awal dalam melindungi aset digital serta menjaga kepercayaan para pemangku kepentingan.

Institusi keuangan menghadapi berbagai bentuk ancaman, termasuk serangan ransomware, phishing, serta akses tidak sah ke sistem mereka. Ancaman-ancaman ini dapat menimbulkan kerusakan yang signifikan, seperti kebocoran data penting, kehilangan finansial, penurunan reputasi, dan pelanggaran kepatuhan terhadap regulasi. Terlebih lagi, dalam lanskap keuangan global yang terhubung, kegagalan di satu organisasi dapat menciptakan dampak domino yang memengaruhi ekosistem yang lebih luas.

Regulasi yang semakin ketat di berbagai yurisdiksi juga menuntut institusi keuangan untuk meningkatkan kontrol dan mitigasi risiko keamanan siber. Misalnya, standar seperti General Data Protection Regulation (GDPR) atau peraturan lokal yang diadopsi otoritas keuangan, mewajibkan institusi keuangan untuk memiliki kebijakan keamanan yang efektif. Kepatuhan pada standar ini tidak hanya mengurangi risiko denda besar tetapi juga memastikan perlindungan pelanggan dan data mereka.

Teknologi digital yang terus berkembang menghadirkan peluang besar, tetapi juga mengundang celah keamanan yang berpotensi dieksploitasi oleh penyerang. Oleh karena itu, penting bagi institusi keuangan untuk menerapkan pendekatan proaktif terhadap keamanan, melibatkan inovasi teknologi, pelatihan pegawai, dan investasi pada infrastruktur keamanan. Keamanan siber tidak lagi hanya merupakan fungsi teknis, melainkan sebuah elemen strategis yang harus diperhatikan di seluruh tingkatan organisasi.

5 Ancaman Siber Utama yang Menargetkan Institusi Keuangan

Institusi keuangan menghadapi berbagai jenis ancaman siber yang terus berkembang. Mereka menjadi target utama karena menyimpan data sensitif dan mengelola sejumlah besar transaksi keuangan. Berikut adalah lima ancaman utama yang sering kali menargetkan institusi keuangan:

  1. Serangan Ransomware 

Serangan ransomware menjadi salah satu ancaman terbesar bagi institusi keuangan. Dalam serangan ini, pelaku siber mengenkripsi data institusi dan meminta tebusan untuk memulihkan akses. Dengan meningkatnya ketergantungan pada teknologi digital, serangan ransomware menjadi semakin kompleks, sering kali ditargetkan pada data sensitif pelanggan untuk memaksimalkan tekanan pada korban.

  1. Phishing dan Spear Phishing 

Phishing klasik dan versi lebih canggihnya, spear phishing, menargetkan karyawan dan nasabah untuk mendapatkan kredensial login atau informasi pribadi lainnya. Dalam spear phishing, pesan yang dikirim sering kali dirancang untuk terlihat seperti berasal dari sumber tepercaya, seperti atasan atau mitra bisnis, membuatnya lebih sulit untuk dikenali sebagai ancaman.

  1. Serangan DDoS (Distributed Denial-of-Service) 

Serangan DDoS bertujuan melumpuhkan server dan jaringan institusi keuangan dengan membanjiri mereka dengan lalu lintas berlebihan. Dampak serangan ini melibatkan gangguan besar dalam layanan seperti internet banking dan aplikasi seluler, yang tidak hanya merugikan secara finansial tetapi juga mencederai reputasi institusi.

  1. Pelanggaran pada Sistem Pihak Ketiga 

Banyak institusi keuangan mengandalkan vendor atau layanan pihak ketiga untuk operasi mereka. Ketika sistem pihak ketiga ini diretas, peretas dapat memperoleh akses ke jaringan internal institusi. Pelanggaran ini seringkali sulit dideteksi dan dapat memberikan celah besar bagi pencurian data atau sabotase sistem.

  1. Malware Berbasis AI dan Machine Learning 

Malware yang didukung oleh teknologi AI mampu beradaptasi dan mengubah strategi serangan untuk menghindari deteksi. Institusi keuangan menjadi rentan terhadap jenis malware ini karena sistem pertahanan tradisional sering kali tidak cukup tangguh untuk mendeteksinya. Malware ini dapat mencuri data, menginfeksi perangkat, atau bahkan memata-matai aktivitas jaringan.

Ancaman-ancaman ini menyoroti kebutuhan mendesak bagi institusi keuangan untuk selalu waspada dan menerapkan kerangka keamanan siber yang solid untuk melindungi aset dan kepercayaan pelanggan mereka.

5 Dampak Serangan Siber terhadap Operasi dan Kepercayaan Institusi Keuangan

Serangan siber terhadap institusi keuangan dapat membawa dampak signifikan terhadap operasional serta reputasi institusi tersebut. Berbagai insiden keamanan tidak hanya mempengaruhi kestabilan finansial, tetapi juga memperlemah kepercayaan pelanggan dan mitra bisnis. Berikut adalah lima dampak utama yang dapat ditimbulkan oleh serangan siber:

1. Gangguan pada Operasi Bisnis

Serangan siber dapat menyebabkan gangguan langsung pada operasional institusi keuangan. Misalnya, serangan Distributed Denial of Service (DDoS) dapat membuat sistem transaksi tidak dapat diakses sehingga menghambat aktivitas perbankan harian. Ketidakterjangkauan layanan ini tidak hanya menciptakan ketidaknyamanan bagi nasabah, tetapi juga menyebabkan penurunan produktivitas dan meningkatnya biaya perbaikan sistem.

2. Kerugian Finansial yang Besar

Kerugian finansial menjadi salah satu dampak utama serangan siber. Institusi seringkali menghadapi biaya yang tinggi untuk mengatasi serangan, memulihkan data, dan memperbaiki infrastruktur digital. Selain itu, pelanggaran informasi pribadi pelanggan atau data transaksi dapat berujung pada kewajiban hukum dan denda peraturan yang signifikan, lebih memperburuk kondisi keuangan institusi.

3. Penurunan Kepercayaan Nasabah

Kepercayaan nasabah merupakan aset berharga bagi institusi keuangan, namun serangan siber dapat mengikis kepercayaan tersebut. Ketika data pribadi atau finansial nasabah bocor, mereka cenderung kehilangan keyakinan terhadap kemampuan institusi untuk melindungi informasi mereka. Hal ini dapat memotivasi nasabah untuk beralih ke kompetitor yang dianggap lebih andal.

4. Kerusakan Reputasi Usaha

Reputasi institusi keuangan sangat rentan terhadap dampak serangan siber. Kasus pelanggaran data sering kali menjadi sorotan media, yang dapat merusak citra perusahaan di mata publik. Reputasi yang rusak membutuhkan waktu lama untuk diperbaiki, bahkan setelah masalah teknis telah diatasi, institusi tetap menghadapi keraguan dari pelanggan potensial.

5. Potensi Runtuhnya Sistem Keuangan

Apabila serangan siber menyerang jaringan keuangan yang terintegrasi secara global, dampaknya bisa jauh lebih besar. Contohnya adalah kemungkinan runtuhnya sistem pembayaran atau pasar keuangan yang berkaitan. Situasi ini dapat memicu krisis kepercayaan di sektor keuangan secara keseluruhan, menciptakan dampak sistemik yang merugikan ekonomi dalam skala luas.

Institusi keuangan perlu memahami dampak-dampak tersebut dan memprioritaskan langkah mitigasi yang efektif untuk mencegah kerugian yang berlipat ganda serta menjaga kepercayaan para stakeholders.

Peran Kebijakan Keamanan yang Kuat dan Regulator dalam Melindungi Institusi Keuangan

Dalam menghadapi ancaman siber yang semakin canggih, institusi keuangan bertumpu pada kebijakan keamanan yang kuat serta dukungan regulasi yang efektif untuk melindungi operasional mereka. Kebijakan keamanan memainkan peran penting sebagai landasan dalam pengelolaan risiko siber. Institusi keuangan harus merancang kebijakan yang mencakup pencegahan, mitigasi, dan respons terhadap ancaman keamanan, dengan mempertimbangkan standar industri dan praktik terbaik. Kebijakan ini tidak hanya mengarahkan tindakan karyawan, tetapi juga berfungsi sebagai pedoman utama untuk penerapan teknologi keamanan seperti firewall, sistem deteksi intrusi, dan enkripsi data.

Di sisi lain, regulator berperan sebagai penjaga tata kelola untuk memastikan bahwa institusi keuangan memenuhi standar keamanan tertentu. Mereka menerapkan peraturan yang mencakup pengawasan terhadap perlindungan data nasabah, audit keamanan rutin, dan laporan risiko berkala. Regulator juga memberikan pedoman mengenai perlunya uji penetrasi dan simulasi serangan siber untuk mengidentifikasi kerentanan sebelum disalahgunakan oleh pihak tidak bertanggung jawab. Kolaborasi antara institusi keuangan dan regulator menjadi kunci keberhasilan dalam membangun sistem keamanan yang tangguh.

Langkah-langkah yang diatur oleh regulator biasanya mencakup beberapa area berikut:

  1. Pengamanan Data Pelanggan: Memberikan standar untuk perlindungan privasi dan penyimpanan data sensitif.
  2. Manajemen Risiko: Mengarahkan institusi untuk mengembangkan kerangka kerja identifikasi risiko dan strategi mitigasi yang efektif. 
  3. Rencana Pemulihan Darurat: Menetapkan regulasi untuk memastikan instansi memiliki mekanisme pemulihan setelah insiden keamanan terjadi. 
  4. Kepatuhan Hukum: Memastikan institusi keuangan patuh terhadap undang-undang dan peraturan yang berlaku.

Selain itu, kebijakan keamanan harus dinamis agar dapat beradaptasi dengan perubahan ancaman yang cepat. Regulasi juga harus selaras dengan perkembangan teknologi, sehingga tidak menghambat inovasi tetapi tetap memberikan perlindungan optimal. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi institusi keuangan yang harus menjaga keseimbangan antara memenuhi regulasi dan mendorong efisiensi operasional mereka.

4 Komponen Utama Keamanan Siber untuk Institusi Keuangan

Keamanan siber merupakan elemen vital bagi institusi keuangan, mengingat tingginya risiko yang terkait dengan penanganan data nasabah dan transaksi finansial. Ada empat komponen utama yang harus diperhatikan untuk merancang strategi keamanan siber yang efektif, guna memastikan perlindungan optimal terhadap ancaman dunia maya yang terus berkembang.

1. Perlindungan Jaringan

Institusi keuangan harus memastikan jaringan mereka terlindungi dari akses yang tidak sah. Ini mencakup penerapan firewall yang canggih, sistem deteksi dan pencegahan intrusi (IDS/IPS), serta penggunaan enkripsi untuk mengamankan data yang ditransfer antar server. Kontrol akses berbasis peran juga penting untuk mengelola siapa saja yang memiliki izin untuk mengakses jaringan tertentu.

2. Manajemen Risiko

Manajemen risiko menjadi komponen yang esensial untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengurangi dampak berbagai risiko keamanan siber. Institusi keuangan perlu memiliki penilaian risiko yang berkelanjutan dengan mempertimbangkan ancaman terbaru, seperti serangan ransomware, phishing, atau DDoS. Dokumentasi risiko yang komprehensif membantu menentukan prioritas dalam langkah mitigasi yang harus diambil.

3. Sistem Pemantauan yang Proaktif

Pemantauan secara real-time terhadap aktivitas jaringan memungkinkan deteksi cepat terhadap perilaku aneh atau serangan siber yang sedang berlangsung. Hal ini membutuhkan penggunaan alat keamanan seperti Security Information and Event Management (SIEM) dan teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI) untuk menganalisis data dan memberikan peringatan dini terkait ancaman potensial.

4. Pelatihan dan Kesadaran Karyawan

Karyawan sering kali menjadi titik lemah dalam keamanan siber, sehingga pelatihan rutin tentang ancaman siber sangat diperlukan. Institusi keuangan harus membangun budaya keamanan melalui workshop, simulasi serangan phishing, dan pelatihan tentang pentingnya menjaga kerahasiaan data. Kesadaran yang tinggi di kalangan staf adalah kunci untuk mengurangi risiko yang timbul dari kelalaian manusia.

Dengan mengintegrasikan komponen-komponen ini ke dalam strategi keamanan siber, institusi keuangan dapat membangun fondasi yang kuat untuk melindungi sistem mereka dari berbagai ancaman dunia maya. Peningkatan berkelanjutan dan evaluasi terhadap pendekatan ini juga sangat penting untuk menghadapi lanskap ancaman yang selalu berubah.

5 Strategi Deteksi dan Respons Cepat terhadap Ancaman Siber

Institusi keuangan menghadapi risiko ancaman siber yang terus berkembang. Untuk menjaga integritas dan keberlanjutan operasional, penerapan strategi deteksi dan respons cepat sangat krusial. Berikut adalah lima pendekatan utama yang dapat diterapkan:

1. Penerapan Sistem Pemantauan Real-Time

Menggunakan teknologi pemantauan dalam waktu nyata memungkinkan institusi keuangan untuk mendeteksi aktivitas mencurigakan sejak awal. Sistem ini memanfaatkan algoritma kecerdasan buatan dan pembelajaran mesin untuk menganalisis pola-pola anomali dari lalu lintas data. Dengan kemampuan deteksi dini, ancaman dapat diidentifikasi dan dihentikan sebelum berkembang lebih jauh.

2. Penerapan Sistem Informasi dan Manajemen Keamanan (SIEM)

SIEM mengintegrasikan data dari berbagai sumber untuk memberikan pandangan holistik mengenai aktivitas jaringan. Institusi dapat menerima notifikasi otomatis saat ada pelanggaran keamanan atau upaya infiltrasi. SIEM juga menyertakan kemampuan analisis historis untuk mengenali pola serangan yang berulang.

3. Peningkatan Latihan Tim Respons Insiden

Membangun tim respons insiden yang tanggap menjadi langkah penting. Institusi harus secara rutin menyelenggarakan simulasi serangan siber untuk mengevaluasi kesiapan tim. Pelatihan ini berguna untuk mengasah kemampuan dalam pengambilan keputusan cepat serta memastikan bahwa setiap anggota tahu perannya dalam menangani insiden.

4. Kolaborasi dengan Pusat Respons Siber

Menjalin kerja sama dengan lembaga eksternal seperti pusat respons siber atau CERT (Computer Emergency Response Team) memperluas cakupan deteksi. Kolaborasi ini memberikan akses terhadap intelijen ancaman terbaru serta panduan teknis untuk mitigasi serangan tingkat lanjut.

5. Penggunaan Endpoint Detection and Response (EDR)

EDR adalah solusi yang dirancang untuk memonitor perangkat endpoint secara menyeluruh. Teknologi ini memeriksa aktivitas perangkat dalam jaringan, mendeteksi potensi eksploitasi, dan memberikan respons otomatis untuk membatasi dampak serangan. Kombinasi ini memastikan perlindungan yang lebih proaktif.

Dengan mengadopsi strategi ini, institusi keuangan dapat meminimalkan risiko serangan siber, mempercepat proses mitigasi, dan memastikan kontinuitas operasional yang lebih terjaga.

Manajemen Risiko sebagai Pilar dalam Keamanan Siber Institusi Keuangan

Manajemen risiko memainkan peran sentral dalam upaya mempertahankan keamanan siber di institusi keuangan. Ketika ancaman siber terus berkembang dalam kompleksitas dan skala, pendekatan proaktif untuk mengidentifikasi, menilai, dan mengelola risiko menjadi krusial. Institusi keuangan, sebagai penjaga data sensitif pelanggan dan transaksi keuangan bernilai tinggi, berada di posisi yang rentan terhadap serangan siber.

Proses manajemen risiko siber dimulai dengan identifikasi risiko, di mana para pengambil keputusan mengevaluasi aset digital secara mendalam. Langkah ini memprioritaskan identifikasi aset penting seperti data pelanggan, sistem perbankan elektronik, dan infrastruktur cloud yang mendukung operasional harian. Setelah identifikasi dilakukan, proses penilaian risiko menentukan tingkat ancaman yang mungkin terjadi, baik dari sisi dampak maupun kemungkinan eksploitasinya.

Kemudian, institusi harus menyiapkan strategi mitigasi risiko yang efektif. Strategi ini dapat mencakup beberapa pendekatan, seperti:

  1. Implementasi kontrol teknis yang ketat, misalnya firewall, enkripsi data, dan sistem deteksi intrusi. 
  2. Peningkatan kesadaran karyawan, melalui pelatihan keamanan rutin terhadap ancaman seperti phishing atau teknik rekayasa sosial. 
  3. Pengembangan rencana respons insiden, untuk memastikan tindakan cepat dan terkoordinasi dalam menghentikan serangan.

Institusi keuangan juga perlu terus memantau risiko secara berkelanjutan. Dengan analitik data real-time dan sistem pemantauan keamanan canggih, risiko baru dapat terdeteksi sebelum menyebabkan kerugian signifikan. Selain itu, keterlibatan manajemen puncak dalam pengambilan keputusan terkait risiko memastikan bahwa keamanan siber tetap menjadi prioritas strategis perusahaan.

Solusi manajemen risiko yang terencana tidak hanya mengurangi probabilitas serangan siber yang berhasil tetapi juga meminimalkan dampak jika serangan terjadi. Pendekatan ini mempertahankan kepercayaan pelanggan sekaligus memastikan keberlanjutan operasional dan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku.

Contoh Bank di Indonesia yang Pernah Diserang Hacker

Industri perbankan di Indonesia tidak terlepas dari risiko serangan siber yang terus meningkat seiring dengan adopsi teknologi digital. Beberapa bank di Indonesia telah menjadi target serangan hacker dalam beberapa tahun terakhir, menunjukkan tingginya ancaman terhadap keamanan data dan sistem operasional bank. Contoh serangan-serangan ini menjadi pelajaran penting bagi lembaga keuangan lain untuk memperkuat sistem pertahanan siber mereka.

  1. Kasus Peretasan Bank BUMN Salah satu bank milik negara pernah dilaporkan mengalami upaya peretasan pada 2019. Hacker berusaha mengeksploitasi kelemahan dalam sistem transfer dana, meskipun serangan tersebut berhasil digagalkan. Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan yang terus-menerus terhadap infrastruktur digital, termasuk sistem pembayaran lembaga keuangan.
  2. Data Nasabah yang Bocor Pada 2021, sebuah bank swasta menjadi perhatian publik setelah ada klaim tentang kebocoran data nasabah di forum dark web. Insiden ini menunjukkan bagaimana hacker dapat mengeksploitasi celah keamanan untuk mencuri dan mempublikasikan informasi sensitif. Meskipun belum dipastikan dari sisi bank tersebut, klaim tersebut menimbulkan kekhawatiran besar di masyarakat terkait keamanan data pribadi.
  3. Serangan Ransomware pada ATM Beberapa bank lokal juga pernah menghadapi serangan ransomware pada infrastruktur ATM mereka. Hacker menyusupi jaringan ATM dengan malware yang bertujuan mengenkripsi data atau mencuri uang secara langsung. Serangan seperti ini mengganggu operasional bank dan kepercayaan nasabah.

Dengan meningkatnya frekuensi serangan ini, sangat penting bagi bank di Indonesia untuk tidak hanya membangun sistem keamanan yang canggih tetapi juga melakukan audit keamanan secara teratur untuk memitigasi potensi risiko.

R17: Solusi Keamanan Siber Terpercaya untuk Melindungi Bisnis Anda

Di era digital, ancaman siber seperti spoofing, ransomware, dan serangan berbasis AI semakin kompleks dan mengancam stabilitas bisnis. Untuk menghadapi tantangan ini, Anda memerlukan mitra terpercaya yang mampu memberikan solusi komprehensif. R17 hadir sebagai penyedia layanan cybersecurity yang andal, menawarkan perlindungan berlapis yang dirancang khusus untuk kebutuhan bisnis Anda.

Layanan Utama dari R17:

  • Konsultasi Keamanan: Tim ahli kami akan membantu menganalisis kebutuhan keamanan bisnis Anda dan merancang strategi perlindungan yang efektif.
  • Manajemen Risiko: Identifikasi, evaluasi, dan mitigasi risiko siber dengan pendekatan yang proaktif dan berbasis data.
  • Solusi Keamanan Terintegrasi: Mulai dari deteksi ancaman hingga respons insiden, R17 menyediakan teknologi canggih untuk menjaga integritas aset digital Anda.

Hubungi R17 hari ini untuk konsultasi gratis dan pelajari bagaimana kami dapat melindungi aset digital Anda dari ancaman siber. Keamanan digital bisnis Anda adalah prioritas kami.